Sabtu, 07 April 2018

Proses Modernisasi dan Pergeseran Okupasi


Secara umum proses modernisasi seringkali dianggap sebagai peralihan sistem dari manual kepada pemanfaatan teknologi yang tersedia. Masyarakat menggagap bahwa penggunaan teknologi menjadikan pola hidup yang dijalani semakin efisien dan terkontrol, lain halnya dengan pemerhati sosial yang lebih menekankan pada perubahan sistem berpikir dan cara bertindak dari individu tersebut. Lebih jauh, ketika pembahasan beralih pada suatu teritorial desa, dengan pola masyarakat yang bersifat homogen, statis serta masih berpegang teguh atas adat serta kebiasaan mereka maka proses modernisasi dianggap sulit berkembang akibat seringkali bertentangan dengan apa yang mereka pahami dan yakini. Berbagai hasil penelitian para ahli pedesaan pada beberapa tahun terakhir ini menunjukan bahwa masyarakat pada suatu desa telah banyak mengalami perubahan sosial yang sangat mendasar, salah satu nya akibat tersedianya berbagai fasilitas seperti misalnya jalan, listrik, bahkan internet maka secara tidak langsung merekapun harus menyesuaikan perubahan tersebut dalam pola hidup mereka sehari-hari. Dalam waktu yang hampir bersamaan, disamping mengalami perubahan-perubahan sistem pertanian di wilayah pedesaan juga ikut berkembang sumber ekonomi baru dari lur pertanian, maka akibat keterkaitan masyarakat desa dengan sistem ekonomi luar pertanian dapat menciptakan sumber-sumber ekonomi dan menumbuhkan kesempatan-kesempatan sumber ekonomi baru. Perkembangan demikian bisa jadi membuat masyarakat terpetakan dalam beberapa lapisan yaitu masyarakat yang mampu mengakses sumber ekonomi luar pertanian serta mereka yang termasuk memiliki keterbatasan dalam pengaksesan sumber-sumber ekonomi tersebut.

kajian saya tentang alih fungsi lahan dapat diakses pada


Jumat, 06 April 2018

POSTMODERNISME DALAM PANDANGAN JEAN FRANCOIS LYOTARD

 

Postmodernisme”  adalah istilah  yang  sangat  kontroversial, di  satu pihak istilah ini telah memikat minat masyarakat luas. Ini menunjukkan bahwa ia memiliki  kemampuan  untuk  mengartikulasikan  beberapa  krisis  dan  perubahan sosio-kultural  mendasar  yang  kini  sedang  kita  alami.  Di  lain  pihak  istilah  ini dianggap   sebagai   mode   intelektual   yang   dangkal   dan   kosong   atau  sekedar refleksi  yang  bersifat  reaksioner  belaka  atas  perubahan  sosial  yang  kini  sedang berlangsung. 

Jean  Francois  Lyotard  adalah  seorang  filosof  poststrukturalisme  namun ia  kemudian  lebih  dikenal  sebagai  salah  satu  pemikir  penting  aliran  filsafat postmodernisme  yang  terkenal  dengan  gagasannya  tentang  penolakan Grand Narrative (narasi   besar),   yaitu   suatu   cerita   besar   yang   mempunyai   fungsilegitimasi  karena  bersifat  menyatukan,  universal,  dan  total.  Penolakan  narasi besar,  menurut  Lyotard,  berarti  penolakan  terhadap  penyatuan,  universalitas dan  totalitas.  Dan  dalam  pandangannya,  inilah  salah  satu  ciri  pembeda  yang paling menonjol antara filsafat postmodernisme dengan filsafat modernisme. 

Istilah “postmodernisme” muncul pertama kali di kalangan seniman dan kritikus  di  New  York  pada  1960-an  dan  diambil  alih  oleh  para  teoretikus  Eropa pada   1970-an.   Salah   satunya,   Jean-François   Lyotard,   dalam   bukunya,   The Postmodern  Condition: A Report on Knowledge,  menyerang    mitos    yang melegitimasi jaman modern (“narasi besar”), pembebasan progresif humanitas melalui  ilmu,  dan  gagasan  bahwa  filsafat  dapat  memulihkan  kesatuan  untuk proses  memahami  dan  mengembangkan  pengetahuan  yang  secara  universal sahih untuk seluruh umat manusia. 

Kajian saya lebih lanjut bisa ditemukan pada

POSTMODERNISME DALAM PANDANGAN JEAN FRANCOIS LYOTARD

Karya Jean Francois Lyotard